JATIMTIMES - Satpol PP Kota Malang memastikan akan melakukan pembongkaran paksa terhadap tembok penghalang jalan tembus di kawasan Perumahan Griya Shanta, Kecamatan Lowokwaru. Langkah ini diambil setelah surat peringatan (SP) ketiga yang dilayangkan kepada warga tidak juga diindahkan.
Kepala Satpol PP Kota Malang, Heru Mulyono, menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan kesempatan kepada warga untuk melakukan pembongkaran secara mandiri. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, tidak ada tindakan dari warga.
Baca Juga : Profil Zohran Mamdani, Aktivis Muslim Pertama yang Kini Pimpin New York
“Sudah kami beri waktu untuk bongkar mandiri sampai SP 3, tapi tidak dilakukan. Ya nanti kami lakukan pembongkaran sebagai bagian dari kegiatan yustisi,” tegas Heru saat dikonfirmasi di Gedung DPRD Kota Malang, Rabu (5/11/2025).
Menurut Heru, seluruh prosedur administratif telah ditempuh oleh Satpol PP mulai dari SP pertama hingga ketiga. Kini, hasil tersebut juga telah dilaporkan kepada Wali Kota Malang. Sementara itu, keputusan untuk melakukan penertiban paksa akan ditentukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
“Penindakan yudisial itu kewenangannya PPNS. Penertiban paksa tergantung keputusan teman-teman penyidik, yang penting rangkaiannya sudah kami jalankan,” ujarnya.
Heru juga menegaskan tidak bisa mengikuti keinginan sebagian warga Griya Shanta yang menolak pembongkaran tembok tersebut. Ia menyebut penegakan aturan harus tetap berjalan sesuai prosedur.
“Kita tidak bisa ikut keinginan warga. Mohon maaf, seperti pelaku kejahatan yang tidak mau ditangkap, penyidik pasti punya cara,” imbuhnya.
Baca Juga : Proyek Drainase Suhat Disebut Bisa Kurangi Banjir hingga 35 Persen
Meski begitu, Heru belum memastikan kapan pembongkaran tembok akan dilakukan. Masih harus menunggu keputusan penyidik dan perkembangan kondisi di lapangan. "Belum bisa dipastikan besok atau lusa, tergantung keputusan penyidik dan kondisi lingkungan,” tuturnya.
Diketahui, tembok pembatas yang berada di perbatasan RW 9 dan RW 12, Kelurahan Mojolangu, menjadi polemik sejak Pemkot Malang merencanakan pembangunan jalur alternatif sepanjang 500 meter menuju kawasan Soekarno-Hatta.
Sebagian warga mendukung pembukaan jalan karena dinilai dapat memperlancar akses dan meningkatkan nilai properti. Namun hingga kini, tembok tersebut masih berdiri kokoh meski sudah tiga kali mendapat peringatan resmi dari Satpol PP.
