Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Kesehatan

Kenali Cerebral Palsy, Yuk Simak Penjelasan Dokter Spesialis Saraf RSI Unisma

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Yunan Helmy

30 - Oct - 2025, 19:00

Placeholder
Mari kenali cerebral palsy, bagaimana gejala dan cara penanganannya. (ist)

JATIMTIMES - Cerebral Palsy bukanlah vonis mati bagi masa depan seorang anak. Di balik keterbatasan fisik yang tampak, masih ada harapan besar bila keluarga dan lingkungan mau memahami dan menanganinya dengan benar. 

Begitu pesan kuat yang disampaikan Dr dr Shinta Kusumawati SpN, dokter spesialis saraf dari Rumah Sakit Islam (RSI) Unisma Malang, dalam edukasinya tentang kondisi ini.

Baca Juga : 3 Makanan Rumahan Ini Bisa Bikin Anak Kena Asam Urat hingga Gagal Ginjal

Menurut dr Shinta, cerebral palsy merupakan gangguan gerak dan postur akibat kerusakan otak yang terjadi pada masa perkembangan anak. “Kerusakan ini bisa muncul sebelum lahir, saat proses persalinan, atau setelahnya. Jadi, bukan penyakit turunan,” jelasnya. 

1

Faktor penyebabnya beragam. Ibu hamil dengan hipertensi, infeksi, atau gangguan saat kehamilan bisa berisiko melahirkan anak dengan kondisi ini. Begitu juga proses persalinan yang sulit, bayi prematur, atau berat badan lahir rendah. “Saat bayi kekurangan oksigen (hipoksia) atau mengalami infeksi, itu juga bisa berujung pada kerusakan otak,” tambahnya.

Tidak semua anak dengan cerebral palsy memiliki kondisi yang sama. Ada yang masih bisa berjalan meski lambat, ada pula yang memerlukan kursi roda seumur hidup. Jenisnya pun bermacam-macam, mulai dari hemiplegic (lumpuh separuh badan), diplegic (dua anggota tubuh bagian bawah), hingga quadriplegic (empat anggota tubuh). “Semua tergantung bagian otak mana yang rusak. Otak punya banyak wilayah, frontal, tengah, sampai otak kecil. Kerusakan di tiap bagian menimbulkan gejala yang berbeda,” papar dr Shinta.

Ia menepis anggapan masyarakat bahwa anak dengan cerebral palsy pasti mengalami gangguan intelektual. “Itu tidak benar. Sekitar 50 persen anak cerebral palsy memiliki kecerdasan normal. Jadi jangan langsung menilai mereka tidak bisa berkembang,” tegasnya. 

Gangguan motorik menjadi gejala utama yang paling mudah dikenali, anak tampak kaku, tidak seimbang, atau lambat dalam bergerak. Namun di balik itu, banyak pula yang mengalami gangguan bicara atau kejang. Karena itu, menurut dr Shinta, penanganan harus dilakukan sejak dini dan bersifat multidisipliner.

“Tidak cukup hanya fisioterapi. Ada terapi wicara untuk melatih bahasa dan komunikasi, obat untuk mengatasi kejang, serta dukungan ortopedi agar anak bisa beraktivitas lebih mandiri,” ujarnya. 

Yang paling penting, lanjutnya, adalah semangat keluarga untuk tidak menyerah. Dulu masyarakat menganggap otak yang rusak tidak bisa diperbaiki. “Padahal ada teori Neuroplasticity, yaitu kemampuan otak sehat mengambil alih fungsi otak yang rusak. Jadi, otak itu bisa dilatih dan disiasati,” katanya penuh semangat.

Baca Juga : Hendak ke Sawah, Purnawirawan TNI Tertabrak Kereta Api

Dalam momentum peringatan Hari Cerebral Palsy Dunia pada Oktober ini, dr Shinta mengingatkan pentingnya edukasi dan pendampingan kepada keluarga. Kesadaran masyarakat, terutama para ibu hamil, masih perlu ditingkatkan. “Mulai dari menjaga nutrisi, rutin periksa kehamilan, hingga memastikan proses persalinan berlangsung aman dan terpantau tenaga medis,” tuturnya. 

Ia juga menekankan peran posyandu dan bidan desa sebagai garda terdepan untuk mendeteksi risiko sejak dini. Setelah bayi lahir pun, perhatian tak boleh kendor. Infeksi, gizi buruk, dan perawatan yang tidak tepat dapat menjadi pemicu tambahan. “Cerebral palsy memang bisa dicegah. Kuncinya adalah perawatan ibu dan anak secara berkelanjutan,” ujarnya. 

Bagi dr Shinta, setiap anak dengan cerebral palsy adalah “anak istimewa” yang tetap memiliki potensi. “Mereka bisa tumbuh, belajar, bahkan mandiri, asal diberi kesempatan,” ucapnya. 

Melalui edukasi dan kolaborasi lintas bidang, ia berharap masyarakat semakin paham bahwa cerebral palsy bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjuangan baru untuk memahami cara kerja otak manusia yang luar biasa. “Kalau kita tahu bagaimana cara menstimulasi otak anak, maka kecerdasannya bisa terus berkembang. Mereka bukan beban, tapi anugerah yang harus didampingi dengan ilmu dan empati,” pungkasnya.


Topik

Kesehatan Celebral palsy RSI Unisma dokter spesialis saraf anak celebral palsy



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Bojonegoro Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

Yunan Helmy