Peringati Hari Kesehatan Nasional, Dinkes Kota Batu Beber Penanganan Stunting dan TBC

Reporter

Prasetyo Lanang

Editor

A Yahya

17 - Dec - 2025, 02:22

Kepala Dinas Kesehatan Kota Batu Aditya Prasaja menyampaikan laporan pada Puncak HKN ke-61 digelar di Graha Pancasila Balai Kota Among Tani, Rabu (17/12/2025).(Foto: Prasetyo Lanang/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu memberikan perhatian besar pada penurunan Stunting dan tuberculosis (TBC). Laporan Dinkes menunjukkan hasil analisa situasi balita stunting di Kota Batu prevalensinya cukup fluktuatif. Di tahun 2024 lalu, tercatat sebesar 24,5 persen. Kemudian menurun drastis pada tahun 2025 menjadi 10,25 persen. Hal itu menunjukkan capaian positif selama setahun terakhir.

Kepala Dinkes Kota Batu Aditya Prasaja menjelaskan, ada berbagai faktor pemicu stunting berdasarkan analisa kesehatan. Salah satunya bayi yang memiliki berat lahir rendah (BBLR) yang menyumbang sekitar 10 persen dari populasi stunting. Kemudian, infeksi berulang juga memicu stunting sebesar 30 persen. "Sementara paling besar sekitar 60 persen disumbang oleh anak yang lahir normal," ungkap Aditya Prasaja pada puncak Peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-61 di Gedung Graha Pancasila, Rabu (17/12/2025).

Baca Juga : Sambut Lonjakan Wisatawan, Tiga Kapolres Malang Raya Rapatkan Barisan

Aditya menilai, program sejauh ini terlalu fokus pada mengurus anak yang stunting saja. Sedangkan, anak sehat cenderung tidak mendapatkan perhatian terhadap pemenuhan gizi anak. Hal tersebut menjadi evaluasi bagaimana keseimbangan perhatian bisa lebih merata.

"Orang tua memiliki beran penting dalam memberikan suplai gizi pada anak. Kerja sama antara orang tua dan pemerintah memberikan andil besar dalam penurunan angka stunting di tahun depan," tuturnya.

Selain stunting, Adit menyebut, penularan penyakit TBC juga menjadi perhatian serius. Saat ini, Pemkot Batu sudah tuntas dalam pembentukan satuan petugas (satgas) penanganan TBC. "Tim Satgas sudah melaksanakan aktivitas mulai dari mengawal hingga proses penyembuhan penyitas," jelasnya.

Mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) itu menilai, penyembuhan TBC di Kota Batu saat ini capaiannya sudah 100 persen. Namun, pekerjaan rumah (PR) pemerintah yakni mencegah penularan dan mendorong kesadaran masyarakat. Apalagi, gejala TBC tidak ada ciri khusus sehingga masyarakat menjadi kurang aware terhadap risiko penyakit TBC. 

Baca Juga : Jangan Salah Paham! 24 Desember 2025 Bukan Cuti Bersama Natal, Ini Info Lengkapnya

Penderita TBC ini harusnya mendapat pendampingan penuh selama enam bulan. Di samping itu, penderita perlu menerapkan kedisplinan diri dalam menjalani pengobatan.

"Termasuk mengkonsumsi obat secara rutin. Tetapi, seringkali penderita abai dan berhenti konsumsi. Akhirnya pengobatan tidak berjalan, karena sudah resisten obat (RO)," katanya. Dengan kondisi itu, sambungnya, penyembuhan TBC lebih panjang dan tingkat penularannya lebih tinggi.